Senin, 28 November 2011

ASCARIS LUMBRICOIDES

PENDAHULUAN
Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing (Moersintowarti, 1992).
Penyakit karena protozoa dan cacing mengenai jutaan masyarakat. Antibodi biasanya efektif terhadap bentuk yang ditularkan melalui darah.Kebanyakan parasit cenderung menyebabkan supresi imunologik nonspesifik pejamu. Antigen parasit yang bertahan menahun menyebabkan kerusakan jaringan imunopatologik seperti kompleks imun pada sindroma nefrotik, granulomatosa hati dan lesi autoimun pada jantung. Imunosupresi umum meningkatkan kepekaan terhadap infeksi bakteri dan virus (Roitt, 2002).
Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau lebih dikenal dengan cacing gelang yang penularannya dengan perantaraan tanah Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Dalam tubuh sendiri, infeksi cacing Ascaris menimbulkan banyak gejala klinik, dimulai dengan rasa mual pada saluran pencernaan sampai ditemukan gejala diare.

  1. Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 – 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi (Haryanti, E,1993).
Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antelmintik, cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal. Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti. (1992) mengemukakan bahwa 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa didalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram protein setiap hari. Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan keadaan kurang gizi (malnutrisi).
  1. Hospes dan distribusi
Hospes atau inang dari Askariasis adalah manusia. Di manusia, larva Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan menagdakan kopulasi serta akhirnya bertelur. Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar 70-80%.

3. Morfologi
Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat (conical), berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor lurus tidak melengkung. Cacing betina mempunyai panjang 22 - 35 cm dan memiliki lebar 3 - 6 mm. Sementara cacing jantan dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, dengan panjangnya 12 - 13 cm dan lebarnya 2 - 4 mm, juga mempunyai warna yang sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang melengkung kearah ventral. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian depan) dan mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup atau dipanjangkan untuk memasukkan makanan (Soedarto, 1991).

Pada potongan melintang cacing mempunyai kutikulum tebal yang berdampingan dengan hipodermis dan menonjol kedalam rongga badan sebagai korda lateral. Sel otot somatik besar dan panjang dan terletak di hipodermis; gambaran histologinya merupakan sifat tipe polymyarincoelomyarin.Alat reproduksi dan saluran pencernaan mengapung didalam rongga badan, cacing jantan mempunyai dua buah spekulum yang dapat keluar dari kloaka dan pada cacing betina, vulva terbuka pada perbatasan sepertiga badan anterior dan tengah, bagian ini lebih kecil dan dikenal sebagai cincin copulas.Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60-70 x 30-50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi suatu membran vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun.
Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi lagi oleh lapisan albuminoid yang permukaanya tidak teratur atau berdungkul (mamillation). Lapisan albuminoid ini kadang-kadang dilepaskan atau hilang oleh zat kimia yang menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated). Didalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak dibuahi (unfertilized) berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44 mikron, memiliki dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur.
4. Cara Hidup dan Habitat
Nemathelminthes ada yang hidup bebas, ada pula yang parasit pada manusia. Nemathelminthes yang hidup bebas terdapat di tanah becek dan di dasar perairan, berperan untuk menguraikan sampah organik, sedangkan yang parasit akan hidup di tubuh inangnya dan memperoleh makanan dengan menyerap nutrisi dan darah dari inangnya. Hampir seluruh hewan dapat menjadi inang bagi Nemathelminthes.

5. Reproduksi

Nemathelminthes umumnya bereproduksi secara seksual karena sistem reproduksinya bersifat gonokoris, yaitu alat kelamin jantan dan betinanya terpisah pada individu yang berbeda. Fertilisasi dilakukan secara internal. Hasil fertilisasi dapat mencapai lebih dari 100.000 telur per hari. Saat berada di lingkungan yang tidak menguntungkan, maka telur dapat membentuk kista untuk perlindungan dirinya.

6. Siklus Hidup

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena porta hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari.
Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglottis masuk kedalam traktus digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara spontan. Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000 – 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 – 4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif.
Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium larva I sampai stadium III yang bersifat infektif.
Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak terkena infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yanglain menjadi dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup besar dan dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat tersebar dimanamana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang. Maka bila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit.


7. Cara penularan
Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui bebrapa jalan yaitu masuknya telur yang infektif kedalammulut bersama makanan atau minuman yang tercemar, tertelan telur melalui tangan yang kotor dan terhirupnya telur infektif bersama debu udara dimana telur infektif tersebut akan menetas pada saluran pernapasan bagian atas, untuk kemudian menembus pembuluh darah dan memasuki aliran darah (Soedarto, 1991).

8. Aspek Klinik

Kelianan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh yang menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang disertai dengantanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan
bagian atas.
Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing keorgan-organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat menyumbat pernapasan penderita. Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam beberapa keadaan sebagai berikut :
1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut.
2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus.
Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul kolangitis supuratif dan abses multiple. Peradangan terjadi karena desintegrasi cacing yang terjebak dan infeksi sekunder. Desintegrasi betina menyebabkan dilepaskannya telur dalam jumlah yang besar yang dapat dikenali dalam pemeriksaan histologi. Untuk menegakkan diagnosis pasti harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam cairan empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik (Soedarto, 1991).

9. Cara diagnosis

Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut.
10. Epidemiologi Ascariasis

Pada umumnya frekuensi tertingi penyakit ini diderita oleh anak-anak sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka tidak berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides.
Faktor host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai sumber infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva cacing, selain itu manusia justru akan menambah polusi lingkungan sekitarnya. Di pedesan kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini terjadi karena buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat social ekonomi yang rendah, sehingga memiliki kebiasaan membuang hajat (defekasi) ditanah, yang kemudian tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik (Brown dan Harold, 1983).
Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropic dengan suhu optimal adalah 230 C sampai 300 C. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan.
Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini.

11. Pencegahan dan upaya penagulanganya
Berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya pencegahannya dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, Hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti :
  • Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
  • Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
  • Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahuntahun, pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut :
  1. Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemic ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
  2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
  3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya memakai jamban/WC.
  4. Makan makanan yang dimasak saja.
  5. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk.

2 Pengobatan penderita

Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa melihat beban cacing karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan migrasi ektopik dengan akibat yang membahayakan. Untuk pengobatan tentunya semua obat dapat digunakan untuk mengobati Ascariasis, baik untuk pengobatan perseorangan maupun pengobatan massal.
Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti : piperazin, minyak chenopodium, hetrazan dan tiabendazol. Oleh karena obat tersebut menimbulkan efek samping dan sulitnya pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini berspektrum luas, lebih aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan mudah pemakaiannya (Soedarto, 1991) Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah :
1. Mebendazol.
Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari, tanpa melihat umur, dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa kasus terjadi migrasi ektopik.
2. Pirantel Pamoat.
Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk menyembuhkan kasus lebih dari 90 %. Gejala sampingan, bila ada adalah ringan dan obat ini biasanya dapat diterima (“welltolerated”). Obat ini mempunyai keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing tambang. Obat berspekturm luas ini berguna di daerah endemik dimana infeksi multipel berbagai cacing Nematoda merupakan hal yang biasa.
3.Levamisol Hidroklorida.
Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam dosis tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengan berat badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada pirantel pamoat dan mebendazol.
4. Garam Piperazin.
Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk Enterobius vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin sitrat diberikan dalam dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750 mg piperazin). Reaksi sampingan lebih sering daripada pirantel pamoat dan mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan syaraf pusat seperti berjalan tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo.


















DAFTAR PUSTAKA
Brown HW, 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia. Jakarta
Faust EC., Beaver PC., and Jung RC, 1975. Animal Agents and Vector of Human diasease 4th edition, Lea & Febiger, Philadelphia.
Hoeprich, PD, 1977. Infections Diseases. 2nd Edition, Harper and Row, Maryland.
Baratawijaya KG, 2004. Imunologi Dasar. Edisi ke-6, Penerbit FKUI, Jakarta.

Kamis, 24 November 2011

MANFAAT MIKROORGANISME DALAM INDUSTRI ANTIBIOTIK DAN VAKSIN

Latar Belakang
Mikroorganisme merupakan salah satu makhluk hidup yang tidak dapat di lihat oleh mata atau jasad renik yang sangat kecil. Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Mikroorganisme bisa memberikan kontribusi dalam Penemuan antibiotik yang telah menghantarkan pada terapi obat dan industri obat ke era baru. Karena adanya penemuan penisilin dan produk-produk lain sekresi fungi, aktinomiset, dan bakteri lain, maka kini telah tersedia obat-obat yang manjur untuk memerangi penyakit infeksi bakteri. (Anonymous-a ,2008)
Antibiotik digunakan dalam berbagai bentuk-masing-masing menetapkan persyaratan manufaktur agak berbeda. Untuk infeksi bakteri di permukaan kulit, mata, atau telinga, antibiotik dapat diterapkan sebagai salep atau krim. Jika infeksi internal, antibiotik dapat ditelan ataudisuntikkan langsung ke dalam tubuh. Dalam kasus ini, antibiotik dikirim seluruh tubuh dengan penyerapan ke dalam aliran darah
Sementara pengetahuan ilmiah kita tentang antibiotik baru-baru ini dikembangkan, aplikasi praktis dari antibiotik telah ada selama berabad-abad. Penggunaan dikenal pertama oleh bangsa cina sekitar 2500 tahun yang lalu. Bukti ini menunjukkan bahwa budaya lain yang digunakan zat antibiotik jenis sebagai agen terapeutik. Peradaban. Sudan-Nubia menggunakan jenis antibiotik tetrasiklin sejak 350 AD Di Eropa selama Abad Pertengahan, ekstrak tumbuhan kasar dan dadih keju juga digunakan untuk melawan infeksi. Meskipun budaya ini digunakan antibiotik, prinsip-prinsip umum tindakan antibiotik tidak dipahami sampai abad kedua puluh.



Manfaat Antibiotik yang Diproduksi oleh Mikroorganisme
Antibiotik yang digunakan untuk membasmi mikroba, khususnya penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif yang setinggi mungkin. Artinya, antibiotik tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk inang/hospes (Gan dan Setiabudy, 1987). Usaha untuk mencari antibiotik yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Produk alami yang disentesis oleh mikroorganisme menjadi sangat penting. Praduk antikoagulan, antidepresan, vasodilator, her4bisida, insektisida, hormon tanaman, enzim, dan inhibitor enzim telah diisolasi dari mikroorganisme.
Produk Antibiotik Mikroorganisme
Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup. Ditemukan Penisilin dihasilkan oleh jamur Penicillium notatum. Penisilin merupakan antibiotik pertama yang ditemukan oleh Alexander Fleming tahun 1928, dan kemudian dikembangkan oleh Harold Florey pada tahun 1938. Penisilin telah diproduksi dan dipasarkan pada tahun 1944.
     Antibiotik sepalosporin C dihasilkan oleh jamur Cephalosporium. Sepalosporin C merupakan antibiotik menguntungkan yang dapat membunuh bakteri yang tahan terhadap penisilin. Antibiotik Streptomisin dihasilkan oleh jamur Streptomyces griseus yang dapat membunuh bakteri patogen yang tahan terhadap penisilin atau sepalosporin. Streptomisin telah digunakan untuk mengobati penyakit tuberkulosis.  Produksi antibiotik melalui pemanfaatan mikro organisme dilakukan melalui fermentasi. Adapun sistem fermentasi yang telah berkembang yaitu:


1.      Sistem Continue
Pada sistem kontinyu, media selalu ditambahkan dari luar dan hasilnya dipanen secara berkala. Sistem ini cocok digunakan pada produksi besar (dalam skala industri) agar lebih efisien. Sistem ini tidak cocok digunakan untuk produksi kecil (skala laboratorium).
Seperti pada produksi etanol dengan teknik immobilisasi sel Fermentasi kontinyu dijalankan dengan menggunakan reaktor sistem packed-bed dengan diameter bead K-Karaginan 2 mm. Karekteristik packed-bed reaktor diberikan pada tabel 1. Sebelum digunakan, bioreaktor disterilisasi menggunakan etil alkohol dan kemudian diisi dengan bead K-karaginan. Molases substrat diumpankan dari bagian bawah fermentor secara kontinyu dengan pompa peristaltik (Masterflex - Cole Palmer) melalui tubing silikon. Larutan Effluent overflow dari titik keluaran di bagian atas fermentor. Untuk mencegah agar bead tidak terikut keluar, bead di tahan dengan penahan berbentuk penyaring. Dillution rate sebesar 1,2 jam-1 selama proses fermentasi dan sampel diambil untuk dianalisa setelah steady-state tercapai.

2. Sistem Batch
Pada sistem ini tidak ada penambahan media dan pemanenan hasil pada akhir periode fermentasi, sehingga hanya dapat bertahan selama beberapa jam atau hari. Sistem ini cocok untuk produksi skala kecil (skala laboratorium). Perbedaan penggunaan kedua metode tersebut akan menyebabkan perbedaan recovery, kemurnian, kualitas, dan sterilisasi pengemasan produk akhir.
Menurut Rachman 1989 sistem fed-batch adalah suatu sistem yang rnenambahkan media barn secara teratur pada kultur tertutup, tanpa mengetuarkan cairan kultur yang ada di dalam fermentor sehingga volume kultur makin lama makin bertambah. Keuntungan sistem fed-batch mi ialah konsentrasi sisa substrat terbatas dan dapat dipertahankan pada tingkat yang sangat rendah sehingga dapat mencegah fenomena represi katabolit atau inhibisi substrat. Stanbury dan Whitaker 1984 juga menyebutkan istilah kultur fed-batch untuk menggambarkan kultur batch yang pemasokan substratnya dilakukan secara kontinu atau bertahap tanpa pengeluaran cairan kultur. Volume kultur bertambah sesuai dengan perubahan waktu. Proses mi juga dapat menghindarkan efek toksik dan komponen media. Proses fed-bate ini telah diterapkan secara luas dalam berbagai industri fermentasi dan relatif lebih mudah digunakan untuk perbaikan proses batch dibandingkan dengan proses kontinu. Apabila pada fermentasi kontinu dihasilkan keluaran secara terus-menerus maka pada fed-batch diperoleh keluaran tunggal pada akhir inkubasi sehingga dapat ditangani dengan cara yang sama seperti pada proses batch Sinclair & Kristiansen 1987. Dengan melihat berbagai keuntungan penggunaan dekstranase maka pengembangan teknik fermentasi enzim Penulis untuk korespondensi mutlak diperlukan. Dengan teknik fermentasi yang baik dan tepat akan membantu produksi mikroba secara optimum..
     Antibiotik tidak secara langsung dikode oleh gen, tetapi dibuat di dalam sel dengan reaksi katalis enzim. Enzim disusun berdasarkan instruksi gen spesifik. Dengan teknologi fusi sel akan terjadi kombinasi gen dan sintesis enzim-enzim baru, sehingga mikroba dapat menghasilkan antibiotik baru. Saat ini telah banyak dihasilkan bermacam-macam antibiotik untuk kemoterapi kanker, anti bakteri, anti amuba, pengawet makanan, dan anti fungi
Pada proses produksi penisilin, media bernutrisi yang mengandung gula asam fenilasetat ditambahkan ke secara kontinu. Asam fenilasetat ini digunakan untuk membuat rantai samping benzil pada penisilin G. Penisilin G diekstraksi dari filtrat dan dikristalisasi. Untuk membuat penisilin semisintetik, penisilin G dicampur dengan bakteri yang mensekresi enzim asilase. Enzim ini akan melepas gugus benzil dari penisilin G dan mengubahnya menjadi 6-aminopebicillanic acid (6-APA). Aminopenicilanic acid adalah molekul yang digunakan untuk membuat penisilin jenis lain. Bebagai gugus kimia ditambahkan pada aminopenicillanic.
Hal yang serupa juga terjadi pada sefalosporin C yang diperoduksi oleh cephalosporium acremonium. Molekul sepalosporin C dapat ditranspormasi dengan melepas rantai samping α-aminodipic acid dan menambahkan gugus baru yang memiliki kisaran antibakteri yang lebih luas.
Strain streptomyces griseus dan Actinomycetes lainnya menghasilkan streptomisin dan bebagai antibiotik lainnya. Spora S. Griseus diinokulasi kedalam media untuk mendapatkan kultur pertumbuhan dengan biomassa miselia yang tinggi sebelum dimasukkan kedalam tangki inokulum. Media dasar untuk praduksi streptomisin mengandung pati kedelai sebagai sumber nitrogen, glukosa sebagai sumber karbon, dan NaCl. Temperatur optimum untuk proses fermentasi ini berkisar pada 28°C, dengan kecepatan pengadukan dan aerasi yang tinggi diperlukan untuk mendapatkan produksi streptomisin yang maksimal. Proses fermentasi berlangsung sekitar 10 hari dengan jumlah streptomisinyang dipanen berkisar 1g/L.
Penggunaan antibiotika secara komersial, pertamakali dihasilkan oleh fungi berfilamen dan oleh bakteri kelompok actinomycetes. Daftar sebagian besar antibiotika yang dihasilkan melalui fermentasi industri berskala-besar. Seringkali, sejumlah senyawa kimia berhubungan dengan keberadaan antibiotika, sehingga dikenal famili antibiotik. Antibiotika dapat dikelompokkan berdasarkan struktur kimianya (Tabel 13.2). Sebagian besar sebagian diketahui efektif menyerang penyakit fungi. Secara ekonomi dihasilkan lebih dari 100.000 ton antibiotika per tahun, dengan nilai penjualan hampir mendekati $ 5 milyar. Beberapa antibiotika yang dihasilkan secara komersial (Sumber:Brock & Madigan,1991)
Antibiotika
Mikrorganisme penghasil
Tipe mikroorganisme
Basitrasin
Sefalosporin
Kloramfenikol


Sikloheksimid
Sikloserin
Erytromisin
Griseofulvin
Kanamisin
Linkomisin
Neomisin
Nistatin
Penisilin
Polimiksin B
Streptomisin
Tetrasiklin
Bacillus subtilis
Cephalosporium sp.
Sintesis senyawa kimia (dulu oleh Streptomyces
venezuelae)
Streptomyces griseus
Streptomyces orchidaceus
Streptomyces erythreus
Penicillium griseofulvin
Streptomyces kanamyceticus
Streptomyces lincolnensis
Streptomyces fradiae
Streptomyces noursei
Penicillium chrysogenum
Bacillus polymyxa
Streptomyces griseus
Streptomyces rimosus
Bakteri pembentuk-spora
Fungi
Actinomycete


Actinomycete
Actinomycete
Fungi
Actinomycete
Actinomycete
Actinomycete
Actinomycete
Fungi
Bakteri pembentuk-spora
Actinomycete
Actinomycete
Actinomycete

Pencarian Antibiotika Baru

Bahan antibiotik yang sudah diketahui, lebih dari 8.000 , dan beberapa ratus antibiotika ditemukan dalam beberapa tahun. Dan sejumlah peneliti mempercayai bahwa berbagai antibiotika baru dapat ditemukan lagi jika penelitian dilakukan terhadap kelompok mikroorganisme selain Streptomyces, Penicillium, dan Bacillus. Sekali diketahui urutan struktur gen mikroorganisme penghasil-antibiotika, dengan teknik rekayasa genetika memungkinkan pembuatan antibiotika baru. Cara utama dalam menemukan antibiotika baru yaitu melalui ‘screening’. Dengan pendekatan tersebut, sejumlah isolat yang kemungkinan mikroorganisme penghasil-antibiotika yang diperoleh dari alam dalam kultur murni, selanjutnya isolat tersebut diuji untuk produksi antibiotika dengan bahan yang “diffusible” , yang menghambat pertumbuhan bakteri uji. Bakteri yang digunakan untuk pengujian, dipilih dari berbagai tipe, dan mewakili atau berhubungan dengan bakteri patogen. Prosedur pengujian mikroorganisme untuk produksi antibiotika adalah metode goressilang, pertamakali digunakan oleh Fleming. Dengan program pemisahan arus, ahli mikrobiologi dapat dengan cepat mengidentifikasi, apakah antibiotika yang dihasilkan termasuk baru atau tidak. Sekali ditemukan organisme penghasil antibiotika baru, antibiotika dihasilkan dalam sejumlah besar, dimurnikan, dan diuji toksisitas dan aktivitas terapeutiknya kepada hewan yang terinfeksi. Sebagian besar antibiotika baru gagal menyembuhkan hewan uji, dan sejumlah kecil dapat berhasil dengan baik. Akhirnya, sejumlah antibiotika baru ini sering digunakan dalam pengobatan dan dihasilkan secara komersial
Proses Menggunakan mikroba
Fermentasi klasik telah diganti dengan cara baru untuk produksi dan konversi menggunakan mikroba. Senyawa karotenoid dan steroid diperoleh dari fungi. Sejak ditemukan bahwa Corynebacterium glutamicum memproduksi glutamat dengan rendemen tinggi dari gula dan garam amonium, maka telah diisolasi berbagai mutan dan dikembangkan proses baru yang memungkinkan pembuatan banyak jenis asam amino, nukleotida, dan senyawabiokimia lain dalam jumlah besar. Mikroorganisme juga diikutsertakan oleh para ahli kimia pada katalisis sebagian proses dalam rangkaian sintesis yang panjang; biokonversi oleh mikroba lebih spesifik dengan rendemen lebih tinggi, mengungguli koversi secara kimia; amilase untuk hidrolisis pati, proteinase pada pengolahan kulit, pektinase untuk penjernihan sari buah dan enzim-enzim lain yang digunakan di industri diperoleh dari biakan mikroorganisme.( Pratiwi, 2008 )
Produksi antibiotik dilakukan dalam skala besar pada tangki fernentasi dengan ukuran besar. Sebagai contoh Penicillium chrysogenum ditumbuhkan dalam 100.000 liter fermentor selama kurang lebih 200 jam. Mula-mula suspensi spora P. chrysogenum ditumbuhkan dalam larutan media bernutrisi. Kultur diinkubasi selama 24 jam pada temperatur 24 °C dan selanjutnya ditransfer ke tangki inokulum. Tangki inokulum digojlok teratur untuk mendapatkan aerasi yang baik selama satu hingga dua hari.
Manfaat  Produksi Antibiotik Vaksin
Vaksin (dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar, adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau “liar”.Penggunaan vaksin sangat penting untuk mencegah berbagai penyakit. Pengembangan dan produksi vaksin merupakan salah satu tugas penting industri farmasi. Produksi vaksin meliputi pengkulturan mikroorganisme yang memiliki properti antigenik yang diperlukan untuk meluncurkan respons imun primer.
Vaksin diproduksi oleh strain mutan patogen virulen tanpa menghilangkan antigen yang diperlukan untuk menimbulkan respons imun. Perkembangan bidang bioteknologi memungkinkan produksi seluruh seluruh vaksin baru. Beberapa vaksin baru ini ditujukan bagi target baru, dan beberapa lagi lebih efektif dan memiliki efek samping lebih sedikit  dibandingkan vaksin tradisional yang ada saat ini.( Anonymous-b ,2011)
Untuk menghasilkan vaksin terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus, strain virus ditumbuhkan dengan menggunakan telur ayam tertunas. Individu yang memiliki alergi terhadap telur ayam tidak dapat diberi vaksin yang dibuat dengan cara seperti ini. Vaksin virus juga dapat diproduksi melalui kultur jaringan. Misalnya, vaksin rabies tradisional diproduksi pada telur bebek tertunas dan memiliki efek samping yang sangat menyakitkan. Vaksin ini digantikan oleh produksi vaksin melalui kultur jaringan fibroblas manusia yang memiliki efek samping yang lebih sedikit
Fasilitas dan Sistem Produksi Vaksin
Vaksin merupakan produk high technology yang perlu penanganan khusus sehingga peralatannya pun didatangkan dari berbagai negara sesuai dengan spesifikasinya. Hal ini untuk mendukung dihasilkannya vaksin berkualitas dengan kapasitas produksi yang tinggi


Bahan baku yang berkualitas, terutama telur specific pathogen free (SPF) juga menjadi faktor penting penentu kualitas vaksin. Dari sistem produksi, Medion telah mengaplikasikan biosafety level 3 (BSL-3) untuk ruang produksi maupun quality control, utamanya pada produksi vaksin AI. Sistem ini menjamin produk yang dihasilkan berkualitas dan personil yang menangani aman. Terbukti beberapa penelitian bertaraf nasional maupun sinternasional, kerja sama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda dalam upaya pemberantasan AI juga dilakukan di fasilitas BSL-3 Medion.
Pengembangan vaksin untuk melindungi manusia dari penyakit virus adalah salah satu keunggulan dari pengobatan modern. Vaksin pertama diproduksi oleh Edward Jenner pada tahun 1796 untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit cacar. Jenner menyadari bahwa pemerah susu yang telah tertular cacar sapi, sebuah infeksi yang relatif tidak berbahaya, menjadi tahan terhadap penyakit cacar, sebuah penyakit manusia yang sering menjadi epidemi dengan angka kematian yang sangat tinggi. Dalam keadaan biasa, tubuh manusia bereaksi terhadap invasi virus dengan beberapa cara berbeda. Kekebalan secara umum terhadap virus dapat dikembangkan oleh sel-sel dalam tubuh yang menjadi sasaran invasi virus. Dalam situasi ini, virus akan dicegah agar tidak mendapatkan akses ke sel inang. Sebuah perlindungan yang lebih umum adalah kemampuan tubuh untuk membuat sel-sel darah dan getah bening yang merusak atau membatasi efektivitas dari serangan virus. Seringkali, tubuh manusia yang terinfeksi akan “mempelajari” bagaimana merespon terhadap virus tertentu di masa depan, sehingga infeksi tunggal, terutama dari virus yang relatif jinak, biasanya mengajarkan tubuh bagaimana cara untuk merespon invasi tambahan dari virus yang sama. Common cold, misalnya, disebabkan oleh satu dari ratusan virus. Setelah sembuh dari pilek, kebanyakan orang resisten terhadap virus tertentu yang menyebabkan flu tersebut, meskipun virus flu serupa masih akan menyebabkan gejala yang sama atau identik. Untuk beberapa virus berbahaya, seseorang mungkin bahkan sudah mengembangkan kekebalan terhadap virus tanpa menampakkan gejala sakit sama sekali.
Proses Pembuatan Vaksin
Produksi vaksin antivirus saat ini merupakan sebuah proses rumit bahkan setelah tugas yang berat untuk membuat vaksin potensial di laboratorium. Perubahan dari produksi vaksin potensial dengan jumlah kecil menjadi produksi bergalon-galon vaksin yang aman dalam sebuah situasi produksi sangat dramatis, dan prosedur laboratorium yang sederhana tidak dapat digunakan untuk meningkatkan skala produksi Dengan adanya masalah-masalah di atas maka pembuatan vaksin secara konvensional diubah dengan cara rekayasa genetika untuk membantu mengurangi resiko yang tidak diinginkan. Beberapa prinsip rekayas genetika dalam pembuatan vaksin adalah sebagai berikut :
1.      Mengisolasi / memisahkan gen-gen dari organisme penyebab sakit yang berperan dalam menghasilkan antigen yang merangsang limfosit untuk menghasilkan antibody.
2.      Menyisipkan gen-gen di atas, ke tubuh organisme yang kekurangan pathogen.
3.      Mengulturkan orgamisme hasil rekayasa genetika, sehingga menghasilkan antigen dalam jumlah banyak.
4.      Mengekstraksi antigen, lalu digunakan sebagai vaksin. (Koes Irianto, 2006:104)
Dari beberapa penerapan kultur sel hewan, produksi vaksin virus adalah yang tertua. Prosesnya adalah virus ditumbuhkan dalam kultur sel, misalnya sel dari embrio ayam, ginjal monyet dan lama-kelamaan sel manusia. Setelah ditumbuhkan, lalu dipanen dan virus-virus tersebut diekstraksi dengan penyaringan. Hasilnya lalu dipakai intik membunuh virus-virus itu juga atau jika vaksin tersebut dilemahkan, maka disimpan dalam suhu rendah hingga siap digunakan. Contoh vaksin yang dibuat dengan cara ini adalah poliomielistis, gondong, cacar air, rubella dan rabies. Adanya vaksin memungkinkan tubuh membangun kekebalan, misalnya membentuk antibody yang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan suatu sel penting yang akan tumbuh dan menghasilkan antibody, jika penyakit timbul dalam suatu bentuk virulen.
Pembuatan vaksin dengan virus hidup yang telah dilemahkan telah dicoba perusahaan Aviron di AS. Keuntungan vaksin virus hidup adalah tidak hanya menstimulasi produksi protein antibodi yang mengenali patogen, tapi juga membuat sejenis sel darah putih, yaitu sel T limfosit yang punya kelebihan mengenali dan membunuh sel yang terinfeksi, tak hanya satu tipe virus flu tapi juga tipe yang serupa. Akibatnya, daya tahan vaksin ini lebih lama daripada vaksin dengan virus yang dimatikan. Namun, karena virus flunya masih hidup, risiko terinfeksi pun tak hilang 100 persen. Selain itu, produksi vaksin ini butuh waktu lebih lama sehingga sulit mengantisipasi wabah yang mendadak.
Untuk mengatasi kebutuhan telur SPF yang banyak, waktu yang cepat, dan penyediaan vaksin virus hidup, usaha yang dilakukan adalah membuat vaksin tidak dengan virus flu tapi virus baculo. Virus ini menginfeksi serangga dan dapat tumbuh sangat cepat dalam sel serangga yang media pertumbuhannya lebih murah ketimbang sel hewan. Gen HA dan NA disisipkan dalam virus baculo, sehingga virus rekombinan yang diperoleh memiliki karakter antigen mirip virus flu. Vaksin virus hidup dengan teknik ini bisa diproduksi dalam 2-3 bulan saja, tapi efektivitasnya sedang dievaluasi.
Cara tercanggih yang tidak membutuhkan semua hal di atas–virus inang, media pertumbuhan–adalah pembuatan vaksin DNA. Pada teknik ini, gen penyandi protein HA dan NA dimasukkan ke dalam vektor atau DNA yang berfungsi seperti “kargo” yang membawa ke tempat lain. Vektor ini bisa berbentuk cincin atau linier, umumnya berasal dari virus yang sudah dimodifikasi untuk tidak bersifat patogen.
1.      Gen HA dan NA dalam vektor itu dimasukkan ke dalam sel kulit atau otot sehingga sel tersebut memproduksi protein HA dan NA dari virus flu.
2.      Dengan munculnya protein asing dari gen HA dan NA, sistem kekebalan tubuh akan diaktifkan dengan memproduksi protein antibodi dan sel T limfosit.
3.      Vaksin yang telah dibuat dengan DNA flu telah dibuat dan diuji cobakan  pada hewan. tapi belum diuji pada manusia karena memerlukan persiapan lebih matang.
Benih Virus Penghasil Vaksin
Produksi vaksin dimulai dengan sejumlah kecil virus tertentu (atau disebut benih). Virus harus bebas dari ‘kotoran’, baik berupa virus yang serupa atau variasi dari jenis virus yang sama. Selain itu, benih harus disimpan dalam kondisi “ideal”, biasanya beku, yang mencegah virus menjadi lebih kuat atau lebih lemah dari yang diinginkan. Benih disimpan dalam gelas kecil atau wadah plastik. Jumlah yang kecil hanya 5 atau 10 sentimeter kubik, mengandung ribuan hingga jutaan virus, nantinya dapat dibuat menjadi ratusan liter vaksin. Freezer dipertahankan pada suhu tertentu. Grafik di luar freezer akan mencatat secara terus menerus suhu freezer. Sensor terhubung dengan alarm yang dapat didengar atau alarm komputer yang akan menyala jika suhu freezer berada di luar suhu yang seharusnya. Adapun macam – macam vaksin yang dibuat sebagai berikut:
1.      Killed vaccine adalah vaksin yang berasal dari mikroorganisme (virus atau bakteri) yang telah dimatikan baik dengan menggunakan zat-zat kimia atau dengan panas.Contoh vaksin jenis ini adalah Polio dan Hepatitis-A.
2.      Attenuated vaccine adalah vaksin yang mengandung mikroorganisme hidup. Mikroorganisme ini adalah mikroorganisme yang dikembangbiakkan setelah sifat virulensinya dihilangkan. Vaksin ini memberikan respon imun yang lebih panjang.  Contoh vaksin ini adalah MMR (measles, mumps dan rubella)
3.      Toxoid adalah senyawa toxic/racun yang diinaktifkan dimana racun ini dapat menyebabkan sakit. Contoh dari toxid vaccine adalah tetanus dan difteri.
4.       Subunit vaccine berbeda dengan vaksin inaktif atau atenuasi yang mengandung seluruh komponen dari mikroorganisme, subunit vaccine ini hanya mengandung sejumlah fragmen dari mikroorganisme itu dan fragmen ini sudah cukup untuk memberikan respon imun. Contohnya adalah vaksin Hepatitis B yang hanya mengandung protein permukaan dari virus dan HPV (Human Papiloma Virus)  yang mengandung kapsid utama dari virus.
5.      Conjugate vaccine adalah vaksin yang menggabungkan polisakarida lapisan terluar dari bakteri dengan protein lainnya (misal:toxin). Penggabungan (konyugasi) ini ditujukan untuk memperkuat sifat imunogenitas dari polisakarida. Contoh vaksin ini adalah vaksin Haemophilus influenzae type B
Pertumbuhan Virus
Setelah mencairkan dan memanaskan benih virus dalam kondisi tertentu secara hati-hati (misalnya, pada suhu kamar atau dalam bak air), sejumlah kecil sel virus ditempatkan ke dalam sebuah mesin kecil yang telah dilengkapi sebuah media pertumbuhan yang tepat sehingga sel memungkinkan virus untuk berkembang biak.
Setiap jenis virus tumbuh terbaik di media tertentu, namun semua media umumnya mengandung protein yang berasal dari mamalia, misalnya protein murni dari darah sapi. Media juga mengandung protein lain dan senyawa organik yang mendorong reproduksi sel virus. Penyediaan media yang benar, pada suhu yang tepat, dan dengan jumlah waktu yang telah ditetapkan, virus akan bertambah banyak. Selain suhu, faktor-faktor lain harus dipantau adalah pH. pH adalah ukuran keasaman atau kebasaan, diukur pada skala dari 0 sampai 14. dan virus harus disimpan pada pH yang tepat dalam pabrik sel. Air tawar yang tidak asam atau basa (netral) memiliki pH 7. Meskipun wadah di mana sel-sel tumbuh tidak terlalu besar (mungkin ukuran pot 4-8 liter), terdapat sejumlah katup, tabung, dan sensor yang terhubung dengannya. Sensor memantau pH dan suhu, dan ada berbagai koneksi untuk menambahkan media atau bahan kimia seperti oksigen untuk mempertahankan pH, tempat untuk mengambil sampel untuk analisis mikroskopik, dan pengaturan steril untuk menambahkan komponen ke pabrik sel dan mengambil produk setengah jadi ketika siap.
Virus dari pabrik sel ini kemudian dipisahkan dari media, dan ditempatkan dalam media kedua untuk penumbuhan tambahan. Metode awal yang dipakai 40 atau 50 tahun yang lalu yaitu menggunakan botol untuk menyimpan campuran, dan pertumbuhan yang dihasilkan berupa satu lapis virus di permukaan media. Peneliti kemudian menemukan bahwa jika botol itu berubah posisi saat virus tumbuh, virus bisa tetap dihasilkan karena lapisan virus tumbuh pada semua permukaan dalam botol. 


Sebuah penemuan penting dalam tahun 1940-an adalah bahwa pertumbuhan sel sangat dirangsang oleh penambahan enzim pada medium, yang paling umum digunakan yaitu tripsin. Enzim adalah protein yang juga berfungsi sebagai katalis dalam memberi makan dan pertumbuhan sel.
Dalam praktek saat ini, botol tidak digunakan sama sekali. Virus yang sedang tumbuh disimpan dalam wadah yang lebih besar namun mirip dengan pabrik sel, dan dicampur dengan partikel mikroskopis dimana virus dapat menempelkan diri. Penggunaan mikroskopis memberi virus daerah yang lebih besar untuk menempelkan diri, dan akibatnya, pertumbuhan virus menjadi yang jauh lebih besar. Seperti dalam pabrik sel, suhu dan pH dikontrol secara ketat. Waktu yang dihabiskan virus untuk tumbuh bervariasi sesuai dengan jenis virus yang diproduksi, dan hal itu sebuah rahasia yang dijaga ketat oleh pabrik.
Pemisahan Virus
Ketika sudah tercapai jumlah virus yang cukup banyak, virus dipisahkan dari manik-manik dalam satu atau beberapa cara. Kaldu ini kemudian dialirkan melalui sebuah filter dengan bukaan yang cukup besar yang memungkinkan virus untuk melewatinya, namun cukup kecil untuk mencegah manik-manik dapat lewat. Campuran ini sentrifugasi beberapa kali untuk memisahkan virus dari manik-manik dalam wadah sehingga virus kemudian dapat dipisahkan. Alternatif lain yaitu dengan mengaliri campuran manik-manik dengan media lain sehingga mencuci manik-manik dari virus.

Memilih Strain Virus
Vaksin bisa dibuat baik dari virus yang dilemahkan atau virus yang dimatikan. Pemilihan satu dari yang lain tergantung pada sejumlah faktor termasuk kemanjuran vaksin yang dihasilkan dan efek sekunder. Virus yang dibuat hamper setiap tahun sebagai respon terhadap varian baru virus penyebab, biasanya berupa virus yang dilemahkan. Virulensi virus bisa menentukan pilihan; vaksin rabies, misalnya, selalu vaksin dari virus yang dimatikan.
Jika vaksin dari virus dilemahkan, virus biasanya dilemahkan sebelum dimulai proses produksi. Strain yang dipilih secara hati-hati dibudidayakan (ditumbuhkan) berulang kali di berbagai media. Ada jenis virus yang benar-benar menjadi kuat saat mereka tumbuh. Strain ini jelas tidak dapat digunakan untuk vaksin ‘attenuated’. Strain lainnya menjadi terlalu lemah karena dibudidayakan berulang-ulang, dan ini juga tidak dapat diterima untuk penggunaan vaksin. Seperti bubur, kursi, dan tempat tidur yang disukai Goldilocks, hanya beberapa virus yang “tepat” mencapai tingkat atenuasi yang membuat mereka dapat diterima untuk penggunaan vaksin, dan tidak mengalami perubahan dalam kekuatannya. Teknologi molekuler terbaru telah memungkinkan atenuasi virus hidup dengan memanipulasi molekul, tetapi metode ini masih langka.
Virus ini kemudian dipisahkan dari media tempat dimana virus itu tumbuh. Vaksin yang berasal dari beberapa jenis virus (seperti kebanyakan vaksin) dikombinasikan sebelum pengemasan. Jumlah aktual dari vaksin yang diberikan kepada pasien akan relatif kecil dibandingkan dengan jumlah medium yang dengan apa vaksin tersebut diberikan. Keputusan mengenai apakah akan menggunakan air, alkohol, atau solusi lain untuk injeksi vaksin, misalnya, dibuat setelah tes berulang-ulang demi keselamatan, steritilitas, dan stabilitas.
Pengontrolan Kualitas
Untuk melindungi kemurnian vaksin dan keselamatan pekerja yang membuat dan mengemas vaksin, kondisi kebersihan laboratorium diamati pada seluruh prosedur. Semua transfer virus dan media dilakukan dalam kondisi steril, dan semua instrumen yang digunakan disterilisasi dalam autoklaf (mesin yang membunuh organisme dengan suhu tinggi, dan yang berukuran sekecil kotak perhiasan atau sebesar lift) sebelum dan sesudah digunakan. Pekerja yang melakukan prosedur memakai pakaian pelindung yang meliputi gaun Tyvek sekali pakai, sarung tangan, sepatu bot, jaring rambut, dan masker wajah. Ruangan pabrik sendiri memakai AC yang khusus sehingga jumlah partikel di udara minimal.
Keberadaan mikroorganisme merupakan bukti empiris (faktual) kebesaran Allah SWT sebagai Maha Pencipta. Berdasarkan Alqur’an tentang bukti-bukti kebesaran . Allah   SWT   dalam   kehidupan   alam   semesta   seperti   tersirat   dalam   surat   AN   NAHL
ayat 13 dan surat THAAHAA ayat 6, yang berbunyi:
 “Wamaadzaroalakum fil ardhi muhtalifan alwaa nuhu inna fii dzaalika la aayatal      liqoumiyyadzakruuna
Yang artinya:
dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di   bumi   ini  dengan   berlain-lainan   macamnya.   Sesungguhnya pada   yang   demikian   itu   benar-benar   terdapat   tanda   (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran.
Surat An- Nahl:
“Lahumaafiisamaawaati wamaa fil ardhi wamaa baynahumaa wamaa tahtassaroo”.
Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.
Surat yaasiin:82
“Sesungguhnya   keadaan-Nya   apabila Dia   menghendaki   sesuatu   hanyalah  berkata kepadanya : “Jadilah! ”maka terjadilah ia. (QS Yaasiin :82).




Daftar Pustaka
Anonymous-a. 2008. Pengertian Vaksin . (online). Tersedia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Vaksin (Diakses tanggal 15 Oktober 2011)
Anonymous- b. 2011. Pengantar Mikrobiologi, (Online),
(http://www.wanna_share.23s9887_apm.html, (Diakses tanggal 12 Oktober 2011).

Anonymous- c. 2009. Dasar-dasar Mikrobiologi. (online). Tersedia:Mikrobiologi.html. (Diakses tanggal 12 Oktober 2011).

Agus krisno.2011. Blog Pondok Ilmu Habitat Orang- Orang Pengembang ilmu (online) Diakses tanggal 13 Oktober 2011)
T.pratiwi, Sylvia. 2008. Mikrobiologi farmasi. Erlangga : jogya katarta
Huga, W.B.,dan Russel, A.D., 2000, Pharmaceutical Microbilogy., Blackwell Scientific Piblication, London
Crueger, W., dan Crueger, A., 1988, Bioteknology: Textbook of industrial Mikcrobiology, Madison Inc., New York